
Raya yang Merayu
Malam bercerita padanya tentang hilal baru dan lantunan gema takbir yang menderu. Tubuh rengkuh yang merebah tertahan oleh dinginnya lantai putih. Mata sembab merah mewakili rasa yang berkecamuk. Dan suara dari seberang yang menyabarkan.
Raya terus saja merayu tentang rumah dan segala rindu. Namun, jarak jadi simbol tak berdayanya jemari menari di atas layar kotak licin sebab tangis lirih.
“Ibu, barangkali raga hanya bisa tinggal, tapi percayalah jiwa tetap berjalan menuju arah pulang”
Sesak menyekat dan hampir memotong urat nadi. Bintang raya semoga saja memahami. Ruh jadi abdi sang Murobbi dengan angan barokah yang abadi.
(Nazilatul Ikrimah, 2022)

