
Apakah Rasa Takut Itu?
Saya diberi tahu bahwa salah satu rasa takut paling besar yang dirasakan oleh kebanyakan orang adalah berbicara di depan umum. Rasa takut adalah mencari-cari kesalahan dengan masa depan. Kalau saja kita selalu ingat bahwa masa depan itu tidak pasti, kita tidak akan pernah mencoba meramalkan apa yang bisa saja salah. Rasa takut terlarut dalam ketidakpastian masa depan. Namun jika kita tidak memakai kebijaksanaan, maka kitalah yang akan dilarutkan oleh rasa takut.
Suatu hari, saya dimintai tugas oleh dosen pengampu mata kuliah Kurikulum Bahasa dan Sastra Indonesia untuk melakukan observasi ke sekolah tingkatan SMP & SMA dengan tujuan untuk penelitian bagaimana penggunaan dan penerapan kurikulum merdeka di kelas, apakah sudah memenuhi standar kualitas pendidikan Indonesia yang diinginkan. Kemudian saya memilih jenjang sekolah SMP dengan alasan pemikiran psikologi mereka masih dalam tahap perkembangan.
Setelah selesai mengurus surat perizinan, keesokan harinya saya berangkat dari Semarang menuju SMP tersebut yang belokasi di Kendal. Bus telah berhenti di depan sekolahan saya lekas turun dengan langkah kaki yang percaya diri namun pemikiran masih diselimuti oleh rasa takut dan khawatir. Kemudian saya melangkah masuk ke ruang TU (tata usaha) untuk melakukan konfirmasi kembali sekaligus meminta izin untuk memberikan jam pelajaran untuk saya agar bisa berkomunikasi dan memberikan sedikit pembelajaran seputar Bahasa Indonesia. Sebelum diantar ke kelas, saya melakukan pengarahan dengan guru Bahasa Indonesia untuk menanyakan apa saja yang akan saya lakukan ketika sedang ada di kelas, dan materi apa saja yang akan saya berikan ketika sedang berada di kelas. Semua pertanyaan yang ada di kepala sudah saya tanyakan. Dan waktu yang paling mendebarkan pun tiba dalam hidup saya, namun pengalaman inilah yang sangat menarik, paling dicari dan paling mendebarkan dalam hidup saya, sudah lama rasa ini tidak muncul, sewaktu rasa ini pernah muncul ketika saya melakukan pendakian ke Gunung Ciremai, Kuningan Jawa Barat (mungkin pendakian ini akan saya ceritakan nanti hehe).
Ibu guru menuntun jalanku untuk datang ke kelas yang sudah ia tuju yaitu kelas 8C, dengan langkah yang mantap dan diiringi pemikiran negatif seperti apakah saya akan bisa mengajar di kelas? Apakah saya mampu untuk menghidupi suasana di kelas? Dan apakah saya mampu memberikan pembelajaran yang baik kepada anak didik?. Langkah pertama memasuki kelas dengan perasaan khawatir tapi semua pemikiran buruk itu bisa saya bantah dengan sebuah kalimat masa depan itu tidak pasti karena kita tidak tahu beberapa detik kemudian kita sedang mengalami apa, kita juga tidak tahu hasil yang kita dapatkan akan seperti apa yang terpenting jalani saja terlebih dahulu.
Kemudian hasilnya bagaimana? ternyata meledakkan pikiran saya, apa yang saya anggap buruk sebelumnya ternyata tidak buruk-buruk amat ketika kita sedang melakukannya, ketika saya berpikir anak didik saat di kelas canggung dan malu ketika melihat saya selaku orang baru yang datang dalam dimensi pendidikannya tetapi dalam kenyataannya justru mereka aktif dan interaktif menanyakan hal seputar materi Bahasa Indonesia maupun tentang kehidupan di kampus, dan yang paling membuat saya menggelengkan kepala adalah ketika saya sedang memaparkan materi hal ajaib yang muncul adalah saya bisa memaparkan materi dengan ribuan kosakata yang baik dan tidak berlibet, ini merupakan pengalaman yang sangat berharga sekaligus menyenangkan, ketika perjalanan pulang menuju Semarang sepanjang jalan di bus saya terseyum kagum pada diri sendiri.
Muhammad Iqbal, Santri Durrotu Aswaja yang juga mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UNNES 2021.

