Cerpen

Hai, BRT

Hai! Aku Bejo dan ini kisahku Pagi ini terlihat begitu cerah, udara sepoi sepoi mulai mengenai rambutku yang masih basah, kulihat jam tanganku masih menunjukkan pukul 08.00 pagi, masih belum terlambat untukku mengejar bus arah Semarang.

Tak butuh waktu lama dari rumahku menuju halte bus. Terlihat dari jauh, halte nampak begitu sepi dan hanya ada beberapa orang yang berdiri cemas mengecek hp berkali-kali. Mungkin mereka sedang buru buru.

Aku beranjak naik ke  halte dan disambut oleh mas-mas karcis yang bertanya kemana tujuanku.

“Hendak kemana mas? “

“Ah, arah unnes mas kampus favorit sejagad raya .” kucoba melemparkan sebuah candaan.

“Oh.” Timpalnya begitu singkat .

Aish dingin sekali sikap masnya ini, kenapa tak antusias dengan candaanku, padahal langit Nampak begitu bersahabat tak bisakah kita juga mulai mengawali hari dengan candaan?.

Selang menunggu 5 menit nampak dari jauh bus merah mulai kelihatan, begitupun orang-orang mulai berdiri sigap agar bisa masuk duluan.

Aku yang begitu santai masuk terakhiran yang ternyata nahas bagiku bus itu penuh hingga desak desakan.

Pikirku, mau kemana mereka sepagi ini?

Ah apa aku menunggu bus selanjutnya saja? belum selesai aku menarik kesimpulan aku didorong oleh mas-mas karcis masuk ke dalam bus.

Dan nahas bagiku lagi, bahwa aku tidak tahu di hari yang sangat cerah ini akan datang padaku sebuah kesialan yang tak terduga.

Seusai membayar tiket aku mulai mencari posisi yang sedikit nyaman, kulihat sekitar tak ada satupun pegangan tangan yang tersisa, mereka sudah tergenggam oleh tangan orang-orang, apalagi tempat duduk mustahil dengan bus yang penuh ini ada tempat duduk yang tersisa.

Alhasil setelah melakukan sebuah pengamatan aku mulai memutuskan untuk memusatkan cakra di kakiku agar aku tak goyah oleh segala kemungkinan yang akan datang itu.

Ciiiittttttt…….

Sial! Sial! Sial!

Bus mengerem mendadak, aku yang belum siap menerima bencana ini reflek mencari pegangan agar diri ini tak jatuh.

Dan nahas bagiku lagi, dari sekian banyaknya pegangan kenapa tas ibu didepanku yang kupegang.

Copet! Copet! Copet!

Teriakan ibu ini mulai membuat suasana di bus semakin rusuh.

“Hei mas mau nyopet yaa!?” tuduh si ibu sembari menunjukan jari telujuknya ke depan mukaku.

Belum sempat aku membalas, teman si ibu menambahi dengan suara lantang.

Lah yo dah gede tu mboan cari kerja yang halal mas, badan keliatan sehat begitu kok nyopet!.”

Suasana makin tak terkendali, semua mata tertuju padaku seakan meminta penjelasan tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Aku yang bingung hanya bisa terdiam diri, sudah mati kutu aku dibuat ibu itu dengan temannya.

Begitu sulit rasanya menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, pikiranku kacau antara mulut dan otak sudah tidak sinkron, badanku mulai bergetar, hawa panas mulai menyelimuti tubuhku begitupun keringat dingin sudah membasahi bajuku.

Aish kesialan apa ini tuhan?

Kesalahan apa yang sudah kuperbuat sehingga kau datangkan padaku bencana yang sulit ini.

Kernet bus yang melihat aku terdiam diri mulai mencoba menengahi keributan tersebut.

Tapi kernet bus hanyalah manusia biasa, dia tidak ada apa apanya di depan makhluk superior bumi yakni ibu-ibu dengan segala kekuatanya.

Teman si ibu begitu menikmati peran yang dia mainkan “Ga usah banyak alesan mas!, dah bawa aja anak itu ke kepolisian.”

“Kompor sialan!” umpatku dalam hati.

Namun apalah daya tubuhku mulai lemas, beranjak aku menepi mulai perlahan mendekati sang kernet dan berbisik.

“Mas aku turun dihalte selanjutnya, Ga kuat aku menghadapi ibu-ibu itu.”

Sang kernet bus yang paham kodeku mulai bersiap siap agar aku bisa kabur dari kecaman ibu itu. Bus mulai melambatkan lajunya, yang berarti halte bus sudah dekat.

Aku yang sudah mengetabui akan hal itu, mulai mengumpulkan tenaga lagi agar dapat berlari sekencang yang aku bisa.

Sufyan Abdul Hamid, santri Durrotu Aswaja yang juga mahasiswa Jurusan Sastra Inggris UNNES 2019.

2 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *